Gadis-Gadis Gaza Pangkas Rambutnya karena Tidak Ada Sisir

Ketika anak-anak perempuan mengeluh kepada dokter anak Gaza bernama Lobna al-Azaiza bahwa mereka tidak memiliki sisir, Keir, ia menyuruh mereka untuk memotong r

Ketika anak-anak perempuan mengeluh kepada dokter anak Gaza bernama Lobna al-Azaiza bahwa mereka tidak memiliki sisir, Keir, ia menyuruh mereka untuk memotong rambut mereka. Lobna al-Azaiza adalah seorang dokter anak Palestina yang menyediakan layanan medis gratis untuk warga Palestina yang mengungsi.
Bukan hanya sisir. Blokade Israel membuat wilayah tersebut yang porak-poranda akibat perang selama 10 bulan. Jelas, berarti hanya ada sedikit atau tidak ada sama sekali pasokan sampo, sabun, produk sanitasi perempuan, atau bahan pembersih rumah tangga.
Baca Juga:
Putin Berunding dengan Presiden Palestina Abbas
Pengumpulan sampah dan pengolahan limbah juga telah runtuh. Mudah untuk melihat mengapa penyakit menular yang berkembang biak karena kepadatan penduduk dan kurangnya kebersihan. Penyakit seperti kudis atau infeksi jamur meningkat, menurut data yang dikumpulkan Reuters, Rabu (14/8/2024).
Advertisement
"Pada masa lalu, penyakit yang paling umum kita lihat adalah ruam kulit, penyakit kulit, yang penyebabnya beragam, termasuk kepadatan di kamp, peningkatan suhu di dalam tenda, keringat pada anak-anak, dan kurangnya air untuk mandi," sebut dokter di sana.
Baca Juga:
Sejuta Vaksin Polio Dikirim WHO untuk Anak Palestina
Azaiza dulu bekerja di Rumah Sakit Kamal Adwan di Beit Lahia hingga tank-tank Israel memisahkan wilayah utara daerah kantong yang dikepung itu dari wilayah selatan.
Seperti kebanyakan petugas medis di Gaza, ia telah beradaptasi dan terus merawat pasien, berjalan kaki ke tempat kerja melewati rumahnya sendiri yang hancur akibat serangan Israel.
Klinik tenda yang ia dirikan dengan tim kecil awalnya merawat anak-anak. Tetapi karena kebutuhan, praktik ini telah menjadi praktik bagi semua. Pasiennya adalah warga yang telah diperintahkan atau dibom keluar dari rumah mereka, seperti sebagian besar dari 2,3 juta penduduk Gaza.
Bahkan obat-obatan yang tersedia pun sering kali tidak terjangkau; satu tabung salep luka bakar sederhana kini harganya bisa mencapai 200 shekel (US$ 53 atau sekitar Rp 831 rupiah).
Baca Juga:
Palestina Apresiasi Rakyat Indonesia Boikot Produk Israel
Pengiriman bantuan internasional telah berkurang drastis sejak Israel merebut kendali perbatasan Rafah dari Mesir, yang memperburuk krisis kemanusiaan.
Israel menyangkal bertanggung jawab atas keterlambatan dalam pengiriman bantuan kemanusiaan yang mendesak. Pihaknya mengatakan Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) dan pihak lain bertanggung jawab atas distribusinya di dalam wilayah kantong tersebut.
Azaiza tidak meragukan solusi langsungnya.
"Perbatasan harus dibuka sehingga kami dapat membawa masuk obat-obatan, karena sebagian besar obat-obatan yang ada saat ini tidak efektif. Tidak ada efek, tidak ada efek pada penyakit kulit yang kami lihat," tukasnya.

This article comes from the Internet and does not represent the position of this site. Please indicate the source when reprinting.
Link address of this article:http://www.ht-meshtec.com/PHPxuexi/2024-08-18/479.html
Back to top